Masa perkuliahan saat menjadi mahasiswa adalah masa yang penuh dengan idealism. Cita-cita tinggi, semangat membara, dan jiwa yang tak pernah surut untuk berjuang merupakan tanda yang melekat erat pada diri seorang mahasiswa.
Saat ini saya juga masih berstatus sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Makassar. Mengambil jurusan Psikologi pendidikan dan bimbingan dengan program studi bimbingan konseling.
Dengan melihat informasi di atas, tentu dengan mudah menebak akan kemana dan akan jadi apa saya kelak. menjadi guru bimbingan dan konseling memang yang paling besar peluangnya bagiku, tapi tidak tertutup kemungkinan saya akan bekerja di sector lain. Di yayasan sosial misalnya, ataupun menjadi lecture Insya Allah. Semua kemungkinan-kemungkinan itu masih sangat terbuka lebar saat ini. Tergantung bagaimana perjuangan usaha dan do’a yang saya lakukan sekarang ini.
Masuk di program studi bimbingan dan konseling membuatku tahu betul bagaimana peran guru BK di sekolah, namun peran tersebut seakan tak terlihat di kebanyakan para praktisi Bimbingan konseling di sekolah.
Citra guru BK sebagai sosok yang sangar dan menakutkan di sekolah-sekolah tak pernah kupelajari di proses perkuliahan. Bahkan semua itu harus dihapuskan jauh-jauh jika ingin menjadi guru BK yang sesungguhnya. Walaupun dilapangan hal seperti itulah yang kita banyak saksikan. Guru BK menghukum siswa yang terlambat, menghakimi jika bolos sekolah tanpa mendengarkan alasan para siswa sebelumnya, dan banyak lagi hal-hal yang bisa saja mengganggu perkembangan psikologis siswa jika dilakukan terus menerus.
Sebagai mahasiswa BK, saya tentu saja harus peka dengan hal ini. Karena sangat bertolak belakang antara apa yang seharusnya dilakukan dengan kenyataan yang didapatkan. Tak pelak, berjuta alasan muncul dari para praktisi dilapangan atas kritikan para pakar di perguruan tinggi, salah satu alasan yang sering gaungkan adalah tidak adanya jam khusus BK serta ruangan yang cukup memadai demi menunjang proses konseling.
Entahlah siapa yang benar dan harus memihak siapa, para pakar BK di perguruan tinggi ataukah para praktisi di lapangan?. Dan bagaimana seharusnya aku menyikapi masalah ini?
image source :Â mahadarmaworld.wordpress.com
begitulah sistem pendidikan yang sudah ada mas. 😉
peran Guru mapel lebih penting dan lebih terlihat langkahnya dibanding dengan Guru BK.
padahal anak yang nakal, bingung, mempunyai masalah, itu semua tugas Guru BK.
berat juga ya tugasnya? 😉
kalau mau menjalankan tugas sesuai prosedur bakal lebih berat lagi. soalnya harus merangkap sebagai sekertaris, menginput data personal siswa sekaligus mengolahnya…
terima kasih kunjungannya …
kalo di jepang guru BK itu sudah layaknya seorang teman untuk curhat dan membantu menyelesaikan masalah yang dialami siswa
seharusnya memang seperti itulah peran guru BK, materi yang kami dapat di bangku kuliah juga orientasinya ke situ… tapi sayang banyak praktisi dilapangan yang tidak mampu, lebih tepatnya ogah mungkin, untuk menerapkan disiplin ilmunya. alhasil cuma bisa jadi polisi sekolah, (kabur dari esensinya)
terima kasih kunjungannya
;D
gabungkan keduanya,,,, dari para pakar dan praktisi di lapangan…. 😀
itu pilihan paling bijak kawand…
makasih 😀
Ingat Guru BK jadi ingat masa2 sekolah he he (maklum sering berurusan dng mereka sih 🙂 )
hahaha..
makasih kunjungannya akang! 😀
Ikutan nyimak ya sob..
🙂
silahkan kwand…
terima kasih atas kunjungannya 😀
semoga mas Amirullah jadi pelopor guru BK yang beda dan lebih bersahabat dengan siswa. 😀
Insya Allah….
Guru BK paling tidak g’ marah-marah lagi…