//
you're reading
Bimbingan Konseling, Konseling, Pendidikan, psikologi Pendidikan

Diri Sosial

PENDAHULUAN

Mempelajari manusia merupakan suatu hal yang menarik. Banyak hal-hal yang tak terduga yang sering kita temui ketika mencoba memahami manusia. Dibutuhkan upaya yang ekstra untuk memahami manusia baik secara individu maupun secara sosial.

Walaupun mempelajari manusia merupakan sesuatu yang tidak bisa dikatakan mudah, namun usaha-usaha tetap dilakukan demi memahami manusia. salah satu usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan mempelajari tingkah laku individu. Hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh para ahli, bahkan hingga saat ini, demi memperoleh pemahaman tentang manusia. Walaupun demikian, tidak sepenuhnya pertanyaan tentang manusia dapat terjawab sepenuhnya.

Salah satu alasan utama mengapa manusia sulit memahami tingkah laku manusia seutuhnya adalah sifat dan keadaan manusia yang bersifat kompleks dan unik. Dikatakan kompleks karena kehidupan manusia melibatkan berbagai aspek antara lain aspek kognitif, afektif, psikolmotorik, dan sosial yang saling berinteraksi dan bersifat dinamis (farozin, dan fathiyah : 2).

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia akan senantiasa berinteraksi dengan individu-individu lain. Interaksi antar individu inilah yang menyebabkan keanekaragaman tingkah laku yang ada pada diri individu saat ini. Manusia, dalam interaksi sosialnya selalu saling menilai dan atas dasar penilaian itulah manusia berperilaku (Muhammad Anas; 17).

Dalam kesempatan ini pemakalah akan membahas tentang konsep diri, namun dalam kacamata psikologi sosial. Seperti apa gambaran individu tentang dirinya sendiri dan kemudian bagaimana pemahaman tentang dirinya tersebut mempengaruhi tingkah lakunya dalam interaksinya dengan individu-individu yang lain.

Konsep diri dalam psikologi sosial, pada tulisan ini, akan membahas beberapa submateri yakni, konsep diri, harga diri, kesadaran diri, persepsi diri dan kesehatan psikologis, presentasi diri, pengungkapan diri, dan yang terakhir adalah stigmatisasi yang dikutip dari buku dasar-dasar psikologi sosial penerbit UNM Makassar yang ditulis oleh Muhammad Anas

 

A.       Konsep Diri

Dikutip dari buku psikologi sosial pengertian konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (cirri-ciri sifat) yang dimilikinya. Konsep diri ini dibagi menjadi 2 yaitu konsep diri sebenarnya dan konsep diri ideal. Konsep diri sebenarnya merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya sedangkan konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya. (farozin, dan fathiyah : 17)

Individu mempelajari siapakah dirinya melalui pengalaman khususnya dalam berinteraksi dengan orang lain. Salah satu cirri individu  mempelajari tentang dirinya dalam interaksi social adalah dengan menemukan apa yang  difikirkan orang lain tentang dirinya, proses persepsi mengenai sisi bai dan buruk berdasar pada apa yang orang lain pikirkan tentang individu, yang disebut dengan penaksiran yang direfleksikan. Ini adalah proses yang paling mempemngaruhi konsep diri.

Istilah reflected appraisal menunjuk  bahwa kita menaksir diri kita dengan merefleksikan atau bercermin dari bagaiman orang lain menaksir kita. Kita membayangkan apa yang orang lain fikirkan tentang kita mempengaruhi evaluasi diri kita. Pada dasranya setiap diri (manusia) menaruh perhatian pada pendapat/opini orang lain tentang dirinya terutama dari orang-orang yang penting dalam kehidupan individu yangbersangkutan  (significani others).

Dalam psikologi social ada cara lain yang digunakan untuk mempelajari tantang diri selama interaksi social, yaitu melalui proses yang disebut dengan perbandingan social (social comparision). Perbandingan social yaitu individu mencoba membandingkan dirinya dengan seseorang yang layak dijakansebagai perbandingan.

 

B.     Harga Diri (Self Esteem)

Konsep diri dan harga diri merupakan dua konsep yang saling terkait muncul secara bersamaan. Konsep diri merupakan komponen kognitif sedangkan harga diri adalah komponen evaluative dari self yang terdiri dari evaluasi positif negative yang dimiliki seseorang tentang diri sendiri.

Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau erkembangan harga diri adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan perbandingan social. Menurut Coopersmith (Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada empat tipe prilaku orang tua yang dapat meningkatkan  harga diri :

  1. Menunjukkan penerimaan, efeksi, mionat dan keterlibatan pada kejadian-kejadian atau kegiatan yang dialami anak.
  2. Menerapkan batasan-batasan yang jelas pada prilaku anak secara teguh dan konsisten .
  3. Memnberikan kebebasan dalam batas-batas tertentu dan menghargai inisiatif.
  4. Membentuk disiplin yang tidak memaksa, dengan menghindaripenggunaan hak-hak istimewa dan lebih mendiskusikan alas an-alasannya dari pada member hukuan fisik.

Selain itu, umpan balik setiap hari tentang kualitasindividu, entah itu kesksesan atau kegagalan, akan mempengaruhi harga diri. Individu mengembangkan harga diri dan pengalamannya sebagai “agen perubahan’ yang aktif terhadap apa yang terjadi dalam limgkungannya, dan dalam pengalaman untuk mencapai tujuan, serta dalam mengatasi rintangan-rintangan/kesulitan. Dengan kata lain, harga diri sebagian terbentuk berdasarkan pada perasaan individu tentang kemampuan dan kekerasan (power) untuk mengontrol/mengendalikan kejadian-kejadian yang di alaminya.

Harga diri berkaitan dengan cara orang-orang terdekat dalam kehidupan mereka sehari-hari memperlakukan individu. Perlakuan terhadap individu dalam bentuk penilaian yang positif akan menyebabkan individu hidup bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya, jika orang yang ada di sekitar individu menialai dirinya negative , maka individu secara relative tidak sehat, cemas, tertkan dan pesimis tentang masa depanya dan mudah atau cenderung gagal.

Orang yang harga dirinya rendah memiliki kecenderungan rendah diri (self defeating), kondiisi ini dapat menyebabkan individu terperangkap dalam suatu lingkaran setan. Biasanya karena mereka takut menghadapi kegagalan mereka menjadi cemas, menunjukkan usaha yang sedikit kecil untuk menghilangkan tantangan-tangtangan terpenting dalam kehidupan mereka. Ketika mereka gagal melakukan atau mencapai tujuan tertentu, oang yang harga dirinya rendah meyalahkan diri mereka sendiri, pada giliranya hal ini harga dirinya rendah menyalahkan diri mereka sendiri, pada gilirannya hal ini mengarahkan mereka untuk merasa lebih tidak kompeten lagi (Brehm & Kassin, dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Kenyataan seperti itu juga dialami dalam hubungannya dengan orang lain. Hasil peneitian y7ang menghubungkan antara tingkat harga diri dengan hubungan intim/romantic menunjukkan bahwa orang yang harga dirinya rendah cenderung memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap penolakan orang lain. Individu yang senang tiasa menonjolkan dan menolak segala kelemahan yang imiliki pasangannya merupakan tanda-tanda kurangnya harga diri yang mereka miliki. Mereka kemudian merendahkan pasangan mereka dan menjauh dari hubungan tersebut (mengurangi kedekatan), dengan demikian secara efektif mereka telah  mengorbankan peningkatan hubungan demi melindungi dirinya. Orang yang harga dirinya rendah tamapaknya bereaksi terhadap kerentanan (mudanya) mereka  untuk terluka/tersakiti hatinya. Sedangkan orang yang harga dirinya tinggi memiliki harapan yang kuat bagi penerimaan sehingga mereka lebih mengedpankan tindakan-tindakan yang dapat mempertguh dan meningkatkan hubungan mereka. Orang yang harga dirinya rendah cenderung membaca tanda-tanda penolakan dalam prilaku sehari-harinya dari pasangannya dalam situasi dimana pasangan mungkin tidak menerimanya sebagaimana harapannya. Ketika berada dalam situasi konflik mereka juga akan berprilkau dalam cara-cara yang sebenarnya kurang diterima oleh partnernyadan bahkan mungkn megrahkan pada berakhirnya hubungan.tingginya kepekaan akanpenolakan menjadikan mereka mendekati orang lain dengan perasaan was-was/cemas sehingga mereka menjadi secara relative kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasangan mereka untuk mendapatkan dukungan kecuali kebutuhn-kebutuhan pasangan mereka untuk mendapatkan dukungan kecuali kebutuhan-kebutuhan itu dikomunikasikan secara langsung dan jelas. Tampak jadi ironis, kebutuhan akan penerimaanyang tinggi dari orang yang harga dirinya rendah telah mengakibatkan mereka menjadi peka pada tanda-tanda enolakan, sehingga memperlemah keintiman.

 

C.    Kesadaran Diri

Kesadaran diri muncul ketika individu mengarahkan perhatiannya (memfokuskan) kedalam dirinya sendiri. Menurut Btigham (Dayakisni & Hudaniah, 2003) kesadaran diri menunjukkan derajat (seberapa jauh) perhatian diarahkan kedalam diri untuk  memuaskan segala aspek-aspek diri sendiri.

Pada umumnya perilaku kita sehari-hari sebagian besar bersifat rutin dan otomatis, sehingga hamper tidak pernah kita ikirkan. Pada situasi tertntu kita terkadang memperhatikan kedalam diri kta sehingga isi dalam diri kita menjadi objek dar perhatian kita. Ketika kita memperhatiakn diri kita, secara alami kita membandingkan perilaku kita dengan standar-standar internal. Perbandingan ini biasanya ,enghasilkan diskrepansi negative yang tidak menyenangkan dan mengurangi harga diri kita secara temporer, sehingga kita menemkan bahwa kita jauh dari gambaran tentang diri ideal kita pikirkan.

Pengalaman kesadaran diri seperti itu pada umumnya dapat menimbulkan suasana hati (mood) yang negative.contoh yang ekstrim adalah indakan bunuh diiri setelah melihat bahwa kenyataan yang dialaminya sangat jauh dari apa yang diharapkan.

Pengalaman kesadaran diri dapat menghasilkan perasaan yang  tidak menyenangkan. Teori keasadaran diri mengemukakan dua cara untuk mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan akibat kesadaran diri, yaitu :

  1. “shape up”, yaitu dengan berperilaku dengan cara-carayang dapat mengurangi diskrepansi diri
  2. “ship out”, yaitu dengan melakukan penarikan diri (withdrawal) dan kesadaran diri. Menurut Charles Carver & Michel Scheir (Dayakisni & Hudaniah, 2003), cara yang dipilih tergantung pada apakah orang tersebut mengharpakan bahwa ia dapat sukses mengurangi self discrepancy dia dan apakah dia senang dengan kemajuan yang mereka buat saat mereka mencoba. Denga demikian mereka menyesuaikan perilaku mereka dengan standar diiri mereka sendiri atau jika mereka menghilangkanna, mengacaukan, dan berbalik perhatian menjauh dari diri.

Kesadran diri adalah hal yang penting untuk memahami konsep diri standar nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang.

Kesadaran diri dapat digolongkan dalam dua bentuk, yaitu kesadaran diri pribadi (private self awareness) dan kesadaran diri public (public self awareness). Kesadran diri prinbadi adalah ketika perhatian difokouskan pada aspek-aspek yang relative pribadi dari diri, seperti mood, persepsi dan perasaan. Sedangkan kesadaran diri public adalah ketika perhatian diarahkan pada aspek-aspek tentang diri yang yang kelihatan (tampak) kepada orang lain, seperti penampiln dan tindakan-tindakan social.

Orang yang memiliki cirri khas kesadaran diri pribadi yang tinggi secara terus menerus memusatkan perhatian pada identitas diri mereka sendiri dan sanga perhatian denga pikiran dan perasaannya. Selain itu, mereka lebih mungkin untuk melihat diri mereka sendiri sebagai pelaku yang yang bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang menimpa diri mereka (casual agent). Sebaliknya, orang yang memilkin kesadaran diri public yang tinggi lebih menaruh perhatian pada identitas social mereka dan reaksi oranglain terhadap dirinya. Selain itu, mereka cenderung lebih conform, lebih mungkin menggunakan strategi prestasi diri (self bandicapping), lebih tertarik pada pakaian dan pertunjkan (Brigham, (Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Perbedaan antara kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri public juga berakibat pada bagaimana orang mengurangi diskrepansi diri. Ketika individu memiliki kesadaran diri pribadi, ia akan mendengarkan suara dari dalam dirinya, dan selanjutnya ia mencoba untuk mengurangi diskrepansi dengan standar yang ia miliki. Sedangkan pada saat individu memiliki kesadaran diri secara public, ia mencoba mengganti untuk menyesuaikan prilakunya dengan norma-norma yang secara social dapat diterima. Jadi disini ada dua sisi tentang diri “one for yaou and for me”, diri pribadi dan diri social.

 

D.    Persepsi Diri dan Kesehatan Psikologis

Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan persepsi diri. Konsep diri yang berbentuk dari pendapat orang lain tentang diri kita, perbandingan social dan atribusi dir mempengaruhi cara kita merasakan tentang diri kita sendiri. Proses ini memainkan peran penting dalam memunculakn depresi, kecemasan, dan perasaan tak berdaya.

Beberapa individu memiliki persepsi internal locus of control, mereka menyakini bahwa meraka menguasai dan mengndalikan nasib meraka sendiri. Sedangkan ada beberapa orang yang meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri merka ditentukan oleh factor-faktor eksternal seperti keberuntungan, nasib ataukesempatan (eksternal locus of control).

 

E.     Presentase Diri (Self Presentation)

Individu dalam hidupnya senantiasa melakukan interaksi sosial. Dalam interaksi sosial tersebut tentunya individu tidak dapat menghindar untuk tidak mengungkapkan diri pada orang lain. Dalam proses presentase biasanya individu akan melakukan pengelolaan kesan, menseleksi dan mengontrol perilaku agar sesuai dengan situasi dimana perilaku itu dihadirkan, serta memproyeksikan pada orang lain suatu image yang diinginkannya. Semua itu dilakukan karena adanya keinginan agar orang lain menyukai dirinya, ingin mempengaruhi mereka, ingin memperbaiki posisi, ataupun memelihara status.

Terdapat dua komponen presentasi diri atau pengelolaan kesan yakni motivasi pengelolaan kesan, dan konstruksi pengelolaan kesan.

Motivasi pengelolaan kesan menggambarkan bagaiamana dorongan yang dimiliki dalam mengendalikan persepsi atau penilaian orang lain terhadap diri kita, atau untuk menciptakan kesan tertentu dalam benak pikiran orang lain. Sedangkan kontstruksi pengelolaan kesan menyangkut pemilihan image tertentu yang ingin diciptakan dan mengubah perilaku dalam cara-cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam buku pengantara sosial yang kami kutip bahwa ada tiga motivasi utama pengelolaan pesan yakni:

  1. Keinginan untuk mendapatkan imbalan
  2. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan harga diri
  3. Untuk pengembangan identitas diri

 

 Strategi Presentasi Diri

Presentase diri dapat memiliki beberapa tujuan, seperti ingin disukai, tampak kompeten, berkuasa, atau bahkan menimbulkan simpati. Masing-masing tujuan melibatkan strategi presentase yang bervariasi. Ada beberapa strategi presentasi diri, yaitu:

  1. Mengambil muka/menjilat. Tujuannya adalah agar diperesepsi sebagai orang yang menyenangkan atau tampak menarik. Caranya adalah dengan menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan hal-hal yang member keuntungan pada orang lain dan menyesuaikan doro dalam sikap dan perilakunya.
  2. Mengancam atau menakut-nakuti. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa takut dengan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan orang lain bahwa ia adalah orang yang berbahaya.
  3. Promosi diri. Tujuannya adalah agar seseorang terlihat kompeten. Caranya adalah menggambarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan berusaha member kesan dengan prestasi mereka.
  4. Pemberian contoh/teladan. Orang yang menggunakan strategi ini berusaha memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Mereka mempresentasekan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin, baik hati dan dermawan.

 

F.     Pengungkapan Diri

pada suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan menerima atau menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui tentang kita, akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapakan diri.pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain.

 

  1. Tingkatan-tingkatan Pengungkapan Diri

Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutp ada beberapa tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:

  1. Basa-basi, merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal. Hal ini dilakukan hanya sekedar untuk menunjukkan perhatian atau kesopanan.
  2. Membicarakan orang lain, pada tahap ini yang diungkpakan adalah hal-hal yang tidak berkaitan dengan dirinya atau hal-hal diluar dirinya. Pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri kepada orang lain.
  3. Menyatakan gagasan atau pendapat, pada tingkatan ini individu sudah mulai menjalin hubungan yang erat dan mulai mengungkapkan diri kepada orang lain.
  4. Menyatakan perasaan,
  5. Hubungan puncak. Pengungkapan diri pada tingkat ini telah dilakukan secara mendalam, individu satu sama lain dapat menghayati perasaan yang dialami individu lain. 

 

2. Fungsi Pengungkapan Diri

Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu: ekspresi, penjernihan diri, keabsahan sosial, kendali sosial, dan terakhir adalah perkembangan hubungan.

  1. Pedoman Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri tidak selamanya memberikan hal positif bagi diri, terkadang malah menimbulkan kesan negative sehingga muncul penolakan dan cemoohan orang lain.

Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada tiga yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri.

  1. Motivasi melakukan pengungkapan diri
  2. Kesesuain dalam pengungkapan diri
  3. Timbal balik dari orang lain

 

G. Stigmatisasi

 Stigma adalah suatu karakterisitk yang dipertimbangkan tidak diinginkan oleh kebanyakan orang. Stigamsisasi ini merupakan pemberian labeling kepada seseorang baik secara individu ataupun kelompok. Dalam banyak kasus orang yang terstigmatisasi, sadar atau tidak, dipaksa untuk memainkan peran tertentu yang dikehendaki oleh orang lain yang memberikan label.

Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip proses stigmatisasi memiliki dua akibat yaitu membimbing orang lain (anggota masyarakat) untuk merubah persepsi dan perilaku mereka terhadap actor (individu yang dikenai stigma).  Dan kedua adalah menyebabkan actor, yang dikenai labeling untuk merubah persepsi tentang dirinya dan menjadikan mereka mendefinisikan diri sendiri sebagai orang yang menyimpang.

Efek dari labeling dapat berlangsung lama pada rekasi orang lain, namun rekasi efek ini dapat dibatasi dengan menggunakan taktik-taktik agar orang lain tidak mengetahui stigma mereka. Salah satunya dengan menyembunyikan secara selektif tentang labeling di masa lalu kepada orang lain. Meskipun demikian, riset secara longitudinal mengemukakan bahwa orang yang mendapat perlakuan dan labeling secara public untuk mengantisipasi penolakan dari orang-orang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Anas, Muhammad. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Makassar: Badan Penerbit UNM

Farozin, Muh.,Fathiyah, Kartika. 2004. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta : PT Rineka Citra

Arif Luqman Nadhirin. 2010. From: http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/self-disclosure-pengungkapan-diri.html 16 Oktober 2011.

DRS. SOLEH AMINI YAHMAN . MSi 2010. From http://solehamini.blogspot.com/2010/05/ presentasi -diri-di-depan-orang-lain.html. 16 oktober 2011

Syaldi .2006. from: http://sekitarkita.com/2006/08/stigmatisasi/. 16 oktober 2011

Discussion

No comments yet.

Mari Berikan Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: