//
you're reading
Kabupaten Gowa, Pendidikan, suku Makassar, Umum, Universitas Negeri Makassar

Takut Dengan Kehidupan Setelah Kematian

Hari jum’at tanggal 3 juni 2011, aku melaksanakan sholat jum’at di masjid Nurul Ishlah kompleks BTN. A. Tonro, Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi-selatan. Dikesempatan tersebut Ustadz yang mambawakan khotbah jum’at mengawalinya dengan membawakan sebuah kisah nyata yang memberi pelajaran besar buat saya pribadi. Kisahnya sebagai berikut

disebuah tempat di daerah sulawesi terdapat dua orang saudara yang telah bekerja. Sang kakak bekerja sebagai seorang PNS dan sang adik merantau keluar negeri sebagai seorang tenaga kerja. Sang adik yang bekerja diluar negeri rutin mengirimkan uang kepada sang kakak ditanah air untuk dikumpulkan sebagai bekal masa depan. Suatu hari sang adik meminta kakaknya untuk membelikan sebuah rumah. Sang kakak pun melaksanakannya namun rumah itu dibelinya atas namanya sendiri.

Suatu hari sang adik kembali ke tanah air dan menagih rumah tersebut. Sang kakak mengakui bahwa ia memang membeli rumah tapi untuk dirinya sendiri bukan untuk adiknya. Tapi sang adik tidak menerima pernyataan kakaknya karena merasa uang yang dipergunakannya adalah uang miliknya.

Keduanya kemudian membawa kasus tersebut ke meja hijau. Karena kalah bukti dan saksi sang adik kalah di pengadilan. Sang adik kemudian berkata kepada kakaknya “mungkin aku kalah di pengadilan dunia tapi aku masih percaya kepada Allah dan hari akhir.”

Kemudian sang adik menantang kakaknya tersebut untuk melakukan sumpah, mungkin semacam sumpah pocong, dimana kedua pihak yang berselisih bersumpah dalam masjid di depan para jemaah.  Mereka kemudian diminta bersumpah atas nama Allah bahwa keduanya tidak bersalah. Konsekuensi dari sumpah ini jika ia berbohong adalah menjual akhiratnya. Maksudnya adalah pahala yang selama ini ia kumpulkan akan terhapus sia-sia.

Sang adik mersumpah lebih dahulu. Ia naik ke atas mimbar dengan penuh keyakinan. Setelah selesai sang kakak pun diminta untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh adiknya. Ia melangkah dengan ragu-ragu  dan sebelum naik ke atas mimbar ia gemetaran dan akhirnya mengakui bahwa rumah itu adalah milik adiknya karena dibeli olehnya dengan menggunakan uang adiknya.”

Hal yang positif yang dapat kita ambil bahwa sang kakak masih yakin dengan Allah swt dan masih merasa takut kepadanya, sehingga ia tidak berani bersumpah di atas kebohongan. Mengingat konsekuensi yang juga akan diterimanya di akhirat kelak.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah nyata ini, dan menjadikan kita lebih berhati-hati dalam bertindak, apalagi menyangkut sumpah atas nama Allah, padahal kita berdiri di atas kebohongan.

Discussion

No comments yet.

Mari Berikan Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: